Penulis: Abdullah Surahman
Gambar via studentet.mk |
Ketahuilah bahwa tempat ilmu adalah hati. Hati dimaksud adalah sesuatu yang sangat halus, non fisik (lathifah), yang memiliki kemampuan untuk mengatur seluruh anggota tubuh. Pelayanan dan ketaatan seluruh anggota tubuh dipersembahkan padanya.
Hati dalam kaitannya dengan hakikat segala sesuatu yang maklum, ibarat antara cermin dengan benda atau gambar yang beraneka-ragam. Sebagaimana halnya benda-benda yang memiliki bentuk, rupa dan bayangan yang sama persis terpantul dalam cermin.
Begitu juga segala sesuatu yang maklum memiliki hakikat,dan setiap hakikat memiliki bentuk, rupa dan bayangan yang terlihat jelas di dalam cermin hati.
Bentuk benda atau seseorang serta terwujudnya bayangan pada cermin, memiliki hakikat yang berada pada eksistensinya masing-masing. Dan pembahasan pada masalah ini, menyangkut tiga hal, yaitu: hati, hakikat sesuatu dan sampainya hakikat itu pada hati.
Orang yang berilmu, ibarat hati yang merupakan tempat bayangan hakikat segala sesuatu. Segala yang maklum atau ilmu pengetahuan sebagai ibarat dari hakikat segala sesuatu. Sedangkan terwujudnya ilmu pada hati sebagai ibarat terwujudnya bayangan pada cermin.
Sebagaimana halnya genggaman, ia memerlukan penggenggam seperti tangan dan benda yang di genggam, seperti pedang, serta pertemuan pedang dengan tangan. Keberadaan pedang pedang di tangan itulah yang di sebut genggaman.
Demikianlah perumpamaan akan sampainya informasi tentang segala sesuatu pada hati, yang disebut oleh ilmu pengetahuan. Memang hakikat sesuatu itu telah ada, hati juga ada tetapi ilmu tentang hakikat sesuatu itu belum ada, karena ilmu itu merupakan sebuah ibarat akan sampainya suatu hakikat ke dalam hati.
Perumpamaan yang paling tepat adalah aksana cermin, sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu. Sebab, wujud manusia secara substansial bukan yang muncul cermin, namun yang muncul hanyalah bayangan yang meyerupai bentuk asli manusia.
Demikian pula perumpamaan akan keberadaan hakikat segala sesuatu yang maklum (ilmu pengetahuan) dalam hati, yang dinamakan ilmu.
Sekalipun begitu, tidak semua bentuk bayangan dapat terlihat dalam cermin. Hal ini, di sebabkan lima hal, yaitu:
- Pertama, Bentuk cerminnya yang sempurna. Seperti cermin yang terbuat dari bahan baku besi yang belum di gosok dan dimengkilapkan.
- Kedua, karena adanya kotoran dan karat yang menutupi cermin, sekalipun bentuk dan pembuatan cermin itu sebenarnya telah sempurna.
- Ketiga, benda tersebut tidak berada persis di hadapan cermin. Misalnya, karena benda itu berada di belakang cermin.
- Keempat, adanya tirai penghalang menghalangi antara cermin dan benda tersebut.
- Kelima, posisi benda yang dikehendaki tidak diketahui, sehingga tidak dapat menghadapkan cermin ke arah benda itu. Demikian pula hati manusia, ia ibarat cermin yang siap memunculkan kebenaran hakikat segala sesuatu.
Kosongnya hati dari ilmu atau tidak mengetahuinya akan hakikat sesuatu, maka itu pun juga diakibatkan oleh lima perkara:
- Karena tidak kesempurnaan zat hati itu sendiri, seperti seorang hati anak kecil, yang tidak mampu memperoleh dan menampung pengetahuan-pengetahuan tertentu dengan sempurna, karena hainya belum sempurna.
- Karena adanya kotoran akibat perbuatan maksiat dan dosa yang bertumpuk-tumpuk yang menutupi permukaan hati. Semua itu akan menutupi semua kejernihan dan kebeningan hati, sehingga menghalangi munculnya kebenaran di dalamnya.
- Karena hati berpaling dari arah hakikat yang dicari.
- Karena adanya tabir yang menurupi orang yang taat mengekang gejolak hawa nafsunya serta hanya menfokuskan fikirannya kepada hakikat.
- Kebodohan atau ketidak tahuan akan arah sesuatu yang dicari atau dituntut. Orang yang menuntut ilmu tidak mungkin mendapatkan ilmu baru yang sama sekali belum diketahuinya, kecuali dengan mengingat-ingat dan merangkai fariabel-fariabelnya sebagaimana yang telah dikenal oleh para ilmuwan, dengan metode i’tibar, maka pada saat itu, ia menemukan arah yang dicari, dan menjadi jelas pula hakikat kebenarannya di dalam hatinya.
~والله أعلم بالصواب~
0 Komentar