Hubungan Uang Dengan Modal Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Modal (capital) mengandung
arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang di perlukan
bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu
memproduksi barang lain yang pada gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan
manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan (loucks dalam Basri, 2002).
Secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital (modal tetap)
dan circulating capital (modal yang bersirkulasi).
Fixed capital contohnya
seperti gedung-gedung, mesin-mesin atau pabrik-pabrik, mobil, dan lain-lain,
yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati, eksistensi subtansinya
tidak berkurang. Adapun circulating capital itu seperti bahan baku, uang,
dan lain-lainnya yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati,
subtansinya juga hilang.
Perbedaan keduanya dalam syariah
dapat kita lihat sebagai berikut. Modal tetap pada umumnya dapat dapat di
sewakan tetapi tidak dapat di pinjamkan (qaradh). Sedangkan modal sirkulasi
yang bersifat konsumtif bisa di pinjamkan (qaradh) tetapi tidak dapat di
sewakan. Hal itu disebabkan karena ijarah dalam islam hanya dapat di lakukan
kepada benda-benda yang memiliki karakteristik subtansinya dapat di nikmati secara
terpisah atau sekaligus.
Ketika sebuah barang disewakan, maka manfaat barang tersebut di
pisahkan dari empunya. Ia kini di nikmati oleh penyewa namun status
kepemilikannya tetap pada si empunya. Ketika masa sewa sudah berakhir, barang
tersebut di kembalikan kepada si empunya dalam keadaan utuh seperti sedia kala.
Uang tidak memiliki sifat seperti
ini, ketika seseorang menggunakan uang, maka jumlah uang itu habis dan hilang.
Kalau ia menggunakan uang tersebut dari pinjaman, maka ia menanggung utang sebesar jumlah yang di
gunakan dan harus mengembalikan dalam jumlah yang sama (mitsl) bukan
subtansinya (a’in).
Dari uraian di atas nyatalah bahwa
barang dan modal yang masuk dalam kategori tetap seperti kendaraan, mobil,
bangunan, kapal dan lain-lain akan mendapatkan return on capital dalam
bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang di gunakan adalah ijarah (sewa
menyewa). Di samping itu, barang-barang modal ini dapat juga mendapatkan return
or capital dalam bentuk bagian dari laba (profit) jika transaksi yang di
gunakan adalah musyarakah atas dasar kaidah “suatu barang yang dapat di
sewakan, maka barang tersebut dapat di lakukan musyarakah atasnya.”
Ini telah di lakukan oleh kaum
muslimin dari zaman dahulu misalnya dalam transaksi muzara’ah. Dalam akad ini
si empunya tanah menyediakan tanah untuk di garap oleh penanam (petani
penggarap). Keuntungan yang dihasilkan oleh usaha ini dibagi dua sesuai dengan
kesepakatan misalnya 50% - 50%.
wallahu'alam bishawab
0 Komentar