4 Kriteria memilih jodoh dalam Islam

                                                     4 Kriteria memilih jodoh dalam Islam 



Agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk urusan jodoh. Menurut hadist Nabi Muhammad SAW, setidaknya ada 4 kriteria ketika seseorang ingin mencari pendamping hidup. Apa saja kriteria tersebut? Berikut ringkasannya.
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.” (HR Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah Ahmad ibn Hanbal, dan al-Darimi dalam kitabnya dari sahabat Abu Hurairah ra)
Hadist ini mengisyaratkan bagaimana memilih jodoh yang baik. Meski Nabi mendahulukan harta, nasab, dan  kecantikan namun junjungan alam ini dalam akhir hadistnya mengatakan bahwa sebaiknya memenangkan mereka yang baik agamanya. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya agama  merupakan kriteria paling utama. Berikut penjelasan dari masing-masing kriteria tersebut.
1. Pilihlah Jodoh yang Baik Agamanya, Yakni Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Agama seharusnya dijadikan kriteria utama ketika seseorang menentukan pasangan hidup. Jika tidak bisa mendapatkan tiga kriteria lainnya yang sudah ditetapkan Nabi SAW diatas, minimal harus mendapat satu kriteria ini. Orang yang baik agamanya pastinya memiliki tingkat ketaqwaan yang tinggi. Sehingga akan membawa keluarga yang taat pada aturan Allah dan Rasul-Nya.

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dengan penuh ketaqwaan maka si calon jodoh ini akan menjaga diri dari adzab Allah  dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Untuk itu, carilah jodoh yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Enak Dipandang Karena Kecantikan atau Ketampanannya
Tidak bisa dipungkiri jika faktor fisik juga menjadi salah satu kriteria ketika memilih pasangan. Hal ini juga diperbolehkan oleh Rasulullah SAW karena menjadi salah satu faktor penunjang kehidupan keluarga. Hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya juga menyebutkan tentang kriteria ini.
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Itulah mengapa dalam taaruf pun Islam menetapkan agar keduanya saling melihat ketika hendak dilamar.  Sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik.
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)
3. Nasabnya atau Silsilah Keturunannya
Seorang dan wanita juga dianjurkan untuk meminang atau menerima pinangan dengan terlebih dahulu mengetahui tentang nasabnya (silsilah keturunannya). Pasalnya keluarga berperan besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Jika keluarganya baik, maka bisa dipastikan anak-anaknya juga seseorang yang baik.

Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  dalam hadist lainnya hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.
Pasalnya Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan.  Inilah yang membuat seorang lelaki ketika meminang calon istrinya perlu mengetahui nasab tersebut.
4. Setara Hartanya
Rasulullah juga menganjurkan agar memilih pasangan hidup yang setara dalam agama dan status sosialnya. Tidak dipungkiri banyak pernikahan yang tidak langgeng karena perbedaan ini. Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga.

Pada zaman Nabi hal ini pernah terjadi, dimana   Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu dari kalangan biasa dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha.  wanita terpandang dan cantik. Hasilnya  pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Namun dari keempat kriteria ini faktor agama lah yang seharusnya di dahulukan.

Posting Komentar

0 Komentar