Amsal adalah bentuk jamak dari masal. Misl dan
masil adalah sama dengan syabah, shib dan syabih, baik lafaz maupun maknanya.
Dalam sastra masal adalah suatu umgkapan perkataan yang di hikayatkan dan sudah populer dengan
maksud menyerupakan keadaan dalam
perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenya perkataan itu diucapkan
maksudnya, menyerupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang terkandung
dalam perkataan itu. Misalnya, (betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa
sengaja). Artinya, betapa banyak lemparan panah yang mengenai sasaran itu
dilakukan seorang pelempar yang biasanya tidak tepat lemparannya. Orang pertama
yang mengucapkan masal ini adalah
alhakam Bin yagus an-nagri. Masal ini ia katakan kepada orang yang biasanya berbuat salah yang kadang- kadang ia berbuat benar.
Amsal menurut
pengertian istilah (terminologi) dirumuskan oleh para ulama diantaranya yaitu:
1. Menurut Syaikh manna
al qathan
Amtsal
/ perumpamaan adalah cetakan yang menunjukan hal-hal abstrak dalam wujud objek yang
hidup melekat didalam suatu pikiran
dengan cara menyerupakan yang tidak tampak dengan sesuatu yang tampak,
menyerupakan sesuatu yang dipahami dengan akal dengan sesuatu yang tampak
nyata, sehingga hal itu lebih menarik perhatian jiwa & akal.
2. Menurut zamakhsyari
dalam kitab al kasysyaf
Matsal
adalah setiap perkataan yang berlaku, popular yang menyerupakan sesuatu (orang,
keadaan & sebagainya) dengan “maurid” ( sesuatu yang terkandung) dalam
perkataan tersebut. [3]Matsal dipinjam (dipakai pinkaman) untuk menunjukan
keadan, sifat atau kisah jika ketiganya dianggap penting dan mempunyai
keanehan.
3. Menurut ulama bayyan
Matsal
adalah majaz murakkab yang alaqohnya musyabahah jika penggunaannya telah
popular. Majaz ini pada asalnya adalah isti’aroh tamsiliyah.
4. Menurut ibnul qoyyim
Amtsal
adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya &
mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang indrawi atau konkrit
(mahsus), atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan
menganggap salah satunya itu dengan yang lain.
Dari
pengertian-pengertian menurut para ulama diatas dapat ditarik kesimpulan makna
amtsal al qur’an adalah menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan ) yang
menarik dan padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa baik berupa
tasybihataupun perkataan bebas / lepas (bukan tasybih)
Kata
masal digunakan pula untuk
menunjukan arti “keadaan” dan
“kisah yang menakjubkan”. Dengan
pengertian inilah ditafsirkan
kata-kata “masal” dalam
sejumlah besar ayat. Misalnya
Firman Allah:
“artinya”
(apakah) masal surga yang di dalamnya
ada sungai-sungai dari air yang
tiada berubah rasa dan baunya.”
(muhammad[47]:15). Maksudnya, kisah dan sifat surga yang mengagumkan.
Zamakhsyari telah mengisyaratkan akan ketiga arti ini dalam kitabnya, kitabnya,
al-kasysyaf. Ia berkata: masal menurut
asal perkataan mereka
berarti al-misl dan an-nazir ( yang
serupa, yang sebanding). Kemudian setiap perkataan yang berlaku, populer, yang menyerupakan sesuatu (orang, keadaan dan sebagainya) dengan “maurid” ( atau apa yang terkandung dalam) perkataan itu disebut
masal. Masih terdapat makna lain, yakni
makna keempat, masal menurut ulama
bayan. Menurut mereka,
masal adalah majas murakkab yang ‘alaqahnya musyabahah jika penggunanya telah populer. Majaz’,
ini pada asalnya ini adalah istri ‘arah
tamsiliyah, seperti kata-kta yang di ucapkan rerhadap orang yang ragu-ragu dalam melakukan
suatu urusan: (mengapnsa aku lihat
engkau melangkahkan satu kaki dan mengundurkan kaki yang lain)
Dikatakan
pula, definisi masal ialah menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk
yang indrawi agar menjadi indah dan menarik. Dengan pengertian ini maka masal tidak diisyaratkan harus mempunyai maurid sebagaimana tidak di syaratkan pula harus
berupa majaz murakkab.Apabila memperhatikan masal-masal
qur’an yang disebut para
pengarang, kita dapatkan bahwa mereka mengemukakan ayat-ayat yang berisi penggambaran
keadaan suatu hal dengan keadaan
hal lain, baik penggambaran itu dengan cara
isti ‘arah maupun dengan tasybih
sarih (penyempurnaaan yang jelas) atau ayat-ayat yang menunjukkan makna yang
menarik dengan dengan redaksi
ringkas dan padat; atau ayat-ayat
yang dapat dipergunakan bagi sesuatu yang menyerupai dengan apa yang berkenaan dengan ayat itu.
Sebab, Allah mengungkapkan ayat-ayat itu
secara langsung, tanpa sumber yang mendahuluinya.[1]
Ibnu
Qayyim mendefinisikan amsal qur’an dengan
menyerupakan sesuatu yang lain dalam hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang
indrawi (konkrit, mahsus), atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus
dengan lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain. Contoh tersebut
sebagian besar berupa penggunaan tasybih
sarih seperti Firman Allah:
“sesungguhnya masal kehidupan
duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari
langit.” (yunus [10]:24).
Sebagian
lagi berupa penggunaan tasybih (penyerupaan secara tidak tegas, tidak
langsung), misalnya: “dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamumerasa jijik kepadanya.” (alhujurat[49]:12).
Dikatakan demikian karena dalam ayat ini tidak terdapat tasybih sarih. Dan ada pula yang tidak mengandung
tasybih maupun isti’arah, seperti Firman Allah:
Artinya :
“wahai manusia, telah dibuat sebuah perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan
itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru
selain allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat
lemahlah yang menyembah dan amat lemah
(pulalah) yang disembah.”(al-hajj[22]:73). Wallahu a'lam.
0 Komentar