pict bt : https://medium.com/ |
Kata
“aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu, yakni ikatan dan
tarikan yang kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait,
tempel-menempel, dan penguatan. Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu.
Jual-beli pun disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual
dan pembeli dengan ‘aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk juga
sebutan ‘aqdu untuk kedua ujung baju, karena keduanya saling terikat.[1]
Ibnu
Taymiyah dalam bukunya “Aqidah Al-Wasitiyyah” menerangkan makna aqidah dengan
suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengannya jiwa menjadi tenang
sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap tidak dipengaruhi oleh kekurangan
dan juga tidak dipengaruhi oleh prasangka.[2]
Sedang Shekh Hasan al-Bannah dalam bukunya “al-Aqaid” menyatakan aqidah sebagai
sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehinga menjadi ketenagan jiwa,
yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.[3]
Aqidah Islamiyah telah
memecahkan ‘uqdah al-kubra’ (perkara besar) pada manusia. Aqidah Islam juga
memberikan jawaban aras pertanyaan-pertanyaan manusia, sebab Islam telah
menjelaskan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan adalah ciptaan (makhluk)
bagi pencipta (al-Kahliq) yaitu Allah swt, dan bahwasannya setelah kehidupan
ini akan ada hari kiamat. Sudah hakitnya kite menjalankan printah printah dan
meninggalkan apa apa yang di larang oleh allah swt, Karena kita meyakini bahwa
setelah kehidupan di dunia ini masih ada kehidupan berikutnya. Karena
al-qurantelah menetapkan rukun-rukunya.
Menurut hasan al-Banna
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak
bercampur sedikit dengan keraguan-raguan".[4]
Menurut Abu Bakar Jabir
al-Jazairy "Aqidah adalah kebenaran yang dapat ditelaah oleh akal
pemikiran manusia, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipastikan oleh manusia di
dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.[5]
"Rasul telah
beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", (al-Baqarah, 285)
Aqidah memiliki
3 bentu kekhususan diantaranya ialah:[6]
1.
Aqidah Islam
dibangun berlandaskan akal. Selama kita beriman kepada Allah, al-quran, dan
kepada kenabian Mihammad saw dengan jalan akal, maka wajib bagi kita mengimani
segala hal yang diberitakan al-Quran kepada kita. Sama saja apakah yang
diberitakan itu dapat dijabgkau oleh akal dan panca indera manusia, atau berupa
perkara-perkara ghaib yang sama sekali tidak dapat dijangkau oleh panca indera
manusia seperti hari akhir, malaikat, dan perkara-perkara ghaib lainnya.
2.
Aqidah Islam sesuai dengan fitrah
manusia. Beragama (al-tadayun) merupakan hal yang fitri pada diri manusia.
Perwujudan dari naluri beragama ini adalah kenyatan bahwa dirinya penuh
kelemahan, kekurangan, dan serta membutuhkan terhadap sesuatu yang lain.
Kemudian aqidah Islan hadir untuk memberikan pemenuhan terjadap naluri beragama
yang ada pada diri manusia, dan membimbing mausia untuk mendapatkan kebenaran
akan adanya Pencipta Yang Maha Kuasa
3.
Aqidah Islam
Komprehensif (menyeluruh). Aqidah Islam telah menjawab seluruh pertanyaan
manusia tentang alam semesta, manusia, kehidupan, dan menetapkan bahwa semuanya
itu adalah makhluk. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa sebelum kehidupan dunia
ada Allah swt, sedangakn setelah kehidupan dunia adakan ada hari kiamat. Aqidah
Islam juga menetapkan bahwa hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada
sebelum kehidupan dunia adalah keterikatan manusia dengan perintah-perintah dan
larangan-larangan Allah swt.
[4]
Muhammad Husaim Abdullah, Studi
Dasar-dasar Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Thariqatul Izzah, 2001),
59
[6]
Harun Nasution, Teologi Islam;
Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1987), 36
0 Komentar