A . Pengertian Riba
Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu bisa mengandung ma’na tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam.
Dalam al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, diantaranya yaitu 30:39, 4:160, 3:130 dan juga dalam ayat yang lainya. Tiga diantarannya turun setelah Nabi Hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di Makkah. Yang di Makkah walaupun menggunakan kata riba 30:39, ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud di sana bukan riba yang haram karena ia diartikan sebagai pemberian hadiah, yang bermotif memperoleh imbalan banyak dalam kesempatan yang lain.
B. Riba (Berupa Zakat)
1. Surat Ar-Ruum ayat 39
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم :
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Pada ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah SWT membenci riba dan perbuatan riba tersebut tidaklah mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa ayat ini hanya berupa peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif.
2. Penjelasan Ayat
Dalam ayat Al-Qur’an yang telah diutarakan di atas para Ulama Mufasirin atau Ahli Tafsir dalam mentafsiri Ayat Al-Qur’an terdapat berbagai pemahaman yang berbeda-beda. Dalam ayat yang pertama Surat Ar-Ruum ayat 39 dalam Kitab tafsir Jalalain, menafsiri bahwa Lafadz “وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا” yakni umpamanya sesuatu yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya dari apa yang telah diberikan orang lain memberikan kepadanya basalan yang lebih banyak dari apa yang telah ia berikan, pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksudkan dalam masalah muamalah. Kemudian dilanjutkan lafadz “ لِيَرْبُوَ“ yakni orang-orang yang memberi itu, mendapatkan balasan yang bertambah banyak, dari sesuatu hadiah yang telah diberikan.sedangkan “ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ “ yang terdapat penjelasana yakni riba itu tidak menambah banyak inda Allah atau disisi Allah dalam arti tidak ada pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ألح ini bahwa orang-orang yang melakukan sedekah semata-mata karena Allah, untuk mendapatkan keridhoaan-Nya inilah yang akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau mukhathabin”.
Dalam uraian di atas dalam kami simpulkan bahwa :
- Riba di dalam Muamalah yang tidak akan mendadikan tambah di sisi Allah atau Inda Allah.
- Tidak mendapat pahala orang yang melakukan riba atau tambahan.
- Anggapan salah yang ditolak, bahwa pinjaman riba yang pada diri orang yang memberi hadiah, seolah-olah menolong mereka yang membutuhkannya dan juga melakukan suatu perbuatan untuk mendekati takarrub kepada Allah.
- Shodaqoh merupakan perkara yang dilipat-lipat gandakan oleh Allah kepada orang yang bersedekah.
- Ayat yang bersifat peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif atau perkara yang dilarang oleh Allah.
- Ayat ini tidak ada petunjuk Allah yang mengatakan bahwasanya“riba itu haram”.'
C. Larangan Melakukan Riba
1. al-Baqarah ayat 287
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ )البقرة: ٢٧٨(
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
2. Sebab Turun Ayat
Ibnu Abbas berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur makkah, Attab bin Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta penylesaian tagihan riba mereka. Atas konflik ini, Atab mengirim surat laporan kepada Rasulullah. Sebagai jawaban, turunlah ayat ini”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Mandah)
3. Penjelasan Ayat
Ayat ini adalah sebuah perintah, tetapi perintahnya adalah untuk meninggalkan. Di dalam ushul fiqih larangan terhadap sesuatu adalah berarti perintah untuk berhenti mengerjakan sesuatu tersebut. Dalam hal ini larangan untuk mengerjakan riba berarti perintah untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.
Di dalam Hadits bahkan ada beberapa orang yang terkait dengan orang yang bertransaksi riba ini akan mendapat laknat dari Allah, yaitu:
عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه مسلم)
Dari Jabir r.a berkata: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, orang yang mewakili riba, penulis riba, dan 2 orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau bersabda: mereka adalah sama.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa keharaman riba adalah jika dilakukan dengan berlipat ganda sebagaimana ayat di atas yang menyebutkan larangan untuk tidak memakan riba dengan berlipat ganda. Menjawab hal tersebut bahwa sesungguhnya lafadz أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً adalah bukan menunjukkan bahwa larangan ini berlaku hanya kepada riba yang diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi ayat ini hanya menggambarkan bahwa keadaan ketika ayat tersebut diturunkan bahwa masyarakat Arab ketika itu benar-benar melakukan perbuatan tercela dengan mengambil riba yang berlipat ganda. Turunnya ayat ini adalah fase ketika dari turunnya larangan riba yang secara bertahap. Artinya larangan sampai fase yang ketiga ini hanya bersifat larangan terbatas (juz’i), akan tetapi selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara jelas disebutkan bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil keuntungan dengan riba itu yang berlipat ganda maupun yang tidak berlipat ganda. Seperti pengharaman khomar, bahwa khomar sedikit maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar yang merupakan salah satu budaya dari masyarakat Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya masyarakat Arab yang sangat kuat, oleh karena itu Allah SWT dalam pengharaman riba menurunkannya secara bertahap sama seperti pengharaman khomar yang juga bertahap.
Ada satu kaedah fiqh yang terkait dengan hukum riba, yaitu :
اذا اتحد الجنسان حرم الزيادة والنساء واذا اختلف الجنسان حل التفاضل دون النساء
Jika sama bentuk kedua barang maka haram (riba fadl dan nasi’ah) dan jika berbeda bentuk kedua barang maka boleh lebih nilai satu dengan yang lain tetapi tetap haram riba nasiah.
Dalam kaedah ini dijelaskan bahwa riba yang sama haram untuk berbeda, antara gandum dengan gandum haram untuk ditukar dalam jumlah yang berbeda.
Selanjutnya apakah transaksi ribawi akan merusak akad/ perjanjian jual-beli? Berdasarkan kaedah ushul fiqih terdapat perbedaan di kalangan ulama, yaitu:
Bahwasanya larangan terhadap perkara muamalah akan menyebabkan rusaknya aqad muamalah tersebut. Artinya akad jual beli bisa batal ketika jual beli tersebut menggunakan transaksi riba di dalamnya.
النهى يضتضى الفساد فى المنهى عنه فى المعاملات
D. Perintah Menjauhi Riba
1. Ali Imron ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
2. Sebab Turunya Ayat
Menurut Mujahid, orang Arab terbiasa melakukan transaksi jual-beli dengan jangka waktu (kredit). Jika waktu pembayaran tiba, mereka ingkar dan tidak mau membayar. Dengan demikian, bertambah besar bunganya, dan semakin pula bertambah jangka waktu pembayaran. Atas praktik tersebut, Allah menurunkan ayat tersebut (HR. Faryabi).
3. Penjelasan Ayat
Di dalam Surat Ali Imron ayat 130 ahli Tafsir menjelaskan bahwa lafadz يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ini yang dimaksud adalah kaum Sakif atau golongan manusia dari bani Sakif, kemudian lafadz لَا تَأْكُلُوا الرِّبَاأَضْعَافًا ini yang dimaksud adalah di dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguwat yaitu مُضَاعَفَةً ini maksudnya adala الاجل misi atau tujuan, kemudian dilanjutkan lagi dengan kata وَاتَّقُوا اللَّهَ takutlah kamu semua orang Iman kepada Allah di dalam memakan sesuatu yang mengandung Riba. لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ini dengan maksud supanya kamu semua mendapatkan keselamatan dari murka seksaan Allah.
Dalam Tafsir di atas dalam Surat Ali Imron ayat 130 ini penulis simpulkan bahwa :
- yang diperingatkan dalam ayat ini adalah Golongan Saqif, umumnya Ummat Mamusia beragama Islam
- Peringatan untuk menjahui makan Riba.
- Takutlah kepada Allah dalam makan harta Riba, dengan harapan tidak mendapat murka dan Seksa dari Allah;
Surat Al Baqarah Ayat 275 – 276 bahwa :
الربا : الزيادة والنمو
Riba adalah sesuatu yang biasa dilakukan manusia Arab pada masa Jahiliyah, seseorang berjual beli dengan orang lain dalam tempo waktu tertentu, setelah datang temponya orang tersebut akan menagih ketika tagihan tidak bisa dilunasi makaorang tersebut akan melipatgandakan pokok hartanya.
يَأْكُلُونَ الرِّبَا
Arti makan di sini adalah bermuamalah atau bertransaksi, disebutkan dengan kata makan karena pada umumnya kebanyakan tujuan kepemilikan harta adalah untuk dimakan.
لَا يَقُومُونَ
Maksudnya dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti. Hal ini juga seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud yang menambahkan kata hari kiamat . pada kalimat: لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
Maksudnya berdiri tidak seimbang seperti orang gila .
Maksudnya peringatan untuk kebaikan. Yang dimaksud disini adalah larangan untuk meninggalkan riba.
Secara ringkas bahwa Ibnu Kasir menafsiri Surat Al-Baqarah ayat yang ke 275, yakni: bahwa orang yang memakan riba maka ketika mereka bangkit dari kuburannya pada hari kiamat melainkan seperti berdirinya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan Setan.
والله أعلمُ بالـصـواب
0 Komentar