Nama : Muhammad Faisal
Prodi : IAT

Al-Qur’an adalah
Kalam Allah SWT yang tiada tandingannya (mukjizat), diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril dimulai dengan Qs. Al-Fatihah
dan diakhiri dengan Qs. An-Nash, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang
disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan suatu
ibadah.
Ilmu Qira’at
Al-Qur’an adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an
yang berupa wahyu Allah SWT, dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’at,
berbeda dengan cara ulama lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir
sanadnya dan selaras dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan Al-Qur’an
yang terdapat dalam salah satu mushaf Utsman.
kriteria diterimanya Qira’ah itu ada tiga hal
1.
Qira’at tersebut harus sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab
2.
Sanad dari riwayat yang menceritakan
qira’at-qira’at tersebut harus shahih.
3.
Bacaan dari qira’at tersebut harus cocok
diterapkan kepada salah satu mushaf Utsman
Oleh karena itu,
Qira’at Al-Qur’an yang shahih harus memenuhi ketiga kriteria di atas. Sebab,
qira’ah yang demikian itu termasuk salah satu dari Sab’atu ahrufin (tujuh macam bacaan diturunkannya Al-Qur’an).
Diantara Imam
Qira’at kali ini kita akan membahas Qiraat Ibnu Amir asy-Syami, Imam Qira'at
Pemilik Sanad Tertinggi
Ibnu ‘Amir al Syami (21-118 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Imran, ‘Abdullah bin Amir
bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al Yahshabi al Syami (Abdul Qoyyum bin, Abdul
Ghafur as-Sandi, 2001: 227). Ibnu Amir adalah imam tertua di antara qurra’ sab’ah dan yang paling tinggi
sanadnya di antara yang lain (Abduh Zulfidar Akaha, 1996: 152). Lahir pada
tahun 21 H. Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik beliau diangkat
sebagai qadhi di Damaskus (Muhammad ‘Ali Ash Shabuny, 1996: 321). Di sana pula
khalifah menyatukan orang-orang pada qira’ahnya dan disambut baik oleh mereka.
Ibnu ‘Amir
adalah seorang Tabi’i. Ia berguru dengan Abu Hasyim al Mughirah bin Abu Syihab
al Makhzumi dan Abu Darda'. Mughirah dari Utsman bin 'Affan. Sedangkan Abu
Darda' dan Utsman dari Rasulullah saw. Di antara muridnya yang paling terkenal
adalah Hisyam (w. 245 H) dan Ibnu Dzakwan (w. 242 H). Ibnu „Amir meninggal pada
tahun 118 H di Damsyik.
Hisyam (153-245 H)
Beliau adalah
Abu al Walid, Hisyam bin ‘Ammar bin Mashir bin Maisarah al Sulami al Dimasyqi.
Lahir tahun 153 H. Ia meriwayatkan qira'ah Ibnu 'Amir dari Arrok al Muniy dan
Ayub bin Tamim dari Yahya al Dzimari dari Abdullah bin Amir. Bahkan Bukhari,
Abu Dawud, al Nasa'I, dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Hisyam. Ia
meninggal tahun 245 H. (as-Sandi, 2001: 229-230).
Ibnu Dzakwan (173-242 H)
Nama lengkapnya
Abu Ma’bad, Abu Muhammad Abdullah ibnu Katsir al Dary al Makki. Lahir di Makkah
pada tahun 45 H. Ibnu Katsir adalah seorang tabi'in yang hidup pada masa
Abdullah bin Zubair, Abu Ayyub al Anshari dan Anas bin Malik. Beliau berguru
pada Abu al Sa’ib Abdullah bin al Saib al Makhzumi, Abu Hajjaj Mujahid bin Jabr
dan Dirbas maula ibnu Abbas.
Qira’at dalam
pembahasan ini adalah cara pengucapan lafal-lafal al-Qur'an sebagaimana yang
diucapkan Nabi SAW atau sebagaimana yang diucapkan para sahabat dihadapan Nabi
SAW. Lalu beliau mentaqrirkannya. Selain itu, qira'at al-Qur'an diperoleh
berdasarkan periwayatan dari Nabi SAW baik secara fi'liyah maupun taqririyah.
Kemudian, qira'at al-Qur'an adakalanya hanya memiliki satu qira'at, dan adakalanya
memiliki beberapa versi qira'at.
Syarat-syarat
diterimanya sebuah qira'at adalah mutawatir. Sesuai dengan kaidah bahasa Arab,
dan sesuai dengan salah satu mushhaf Utsmani. Jika tidak memenuhi salah satu
dari ketiga hal tersebut dianggap bacaan yang tertolak. Selanjutnya. dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya qira'at dan al-Qur'an memang merupakan dua
subtansi yang berbeda. Namun demikian, qira'at dapat digolongkan kepada
al-Qur'an jika memenuhi syarat-syarat yang tiga sebagaimana yang diterangkan
di atas.
Sedangkan perbedaan qira'at dengan tajwid. Qira'at adalah cara pengucapan lafaz-lafaz al-Qur'an yang berkenaan dengan subtansi lafaz, kalimat, ataupun kebahasaan. Sementara tajwid yaitu, kaidah-kaidah yang bersifat teknis dalam upaya memperindah bacaan al-Qur'an dengan cara membunyikan huruf-huruf al-Qur'an tersebut sesuai makhraj serta sifat-sifatnya.
0 Komentar