OPERASI PLASTIK DAN GANTI KELAMIN
Siti Nur Asiah
603201010023
Di dalam agama Islam, kajian pada umumnya terkait dengan status hukum, asas manfaat bagi kehidupan, dan keterkaitannya dengan tujuan hidup manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai perspektif ajaran Islam tentang operasi plastik dan ganti kelamin sebagai bagian dari kajian masalah-masalah kontemporer yang terjadi di abad modern ini. Tidak mudah membahas hal ini dari sudut perspektif Al-Qur’an, karena operasi plastik dan ganti kelamin baru dikenal di abad ke-20 ini. Akan tetapi, di berbagai negara telah menjadi bagian penting dalam dunia kedokteran sehingga tentu menjadi hal yang juga penting untuk dibahas.
A. Jenis Kebutuhan dan Tindakan Operasi
Kebutuhan manusia dapat dikategorikan menjadi tiga hal pokok: kebutuhan primer (daruriyat), kebutuhan sekunder (hajiyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniyat atau kamaliyat). Pertama, kebutuhan primer (daruriyat) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan hidup-mati seseorang, seperti kebutuhan pada oksigen, makanan, dan minuman. Kedua, kebutuhan sekunder (hajiyat) adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan, tetapi tidak sampai mengancam kehidupan apabila tak terpenuhi. Ketiga, kebutuhan tersier (tahsiniyat) yaitu kebutuhan yang bersifat aksesoris, pelengkap, dan memberi nilai tambah pada pemenuhan primer dan sekunder. Sebagai contoh, makanan yang terhidang di atas meja makan dengan tataboga dan tatakrama penyediaannya yang baik. Makanan itu sendiri adalah kebutuhan primer, peralatan memasak dan wadah penyajian makanan adalah kebutuhan sekunder, dan tataboga dan tatakrama penyajian (pemuliaan) merupakan kebutuhan tersier. Jadi, dalam berbagai kebutuhan manusia itu terkadang banyak manfaat yang bisa di bagi nilai ekonomis yang terkandung pada nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah an-Nahl [16]: 14 sebagai berikut:
وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Dialah yang menundukkan lautan413) (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur. (an-Naḥl [16]: 14)
Ketika kebutuhan tersebut di atas: kebutuhan primer (daruriyat), kebutuhan sekunder (hajiyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniyat atau kamaliyat) harus berorientasi pada tujuan hidup manusia sebagaimana dimaksud oleh surah az-Zariyat [51]: 56, yaitu ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Operasi (bedah) plastik pada dasarnya merupakan kebutuhan kategori ketiga, tahsiniyat atau kamaliyat, tetapi bisa juga masuk kategori pertama atau kedua, bergantung pada kebutuhan saat itu. Orang yang sakit karena ada organ tubuhnya tak berfungsi, dan menurut dokter ahli cara untuk membantu kesembuhannya adalah dengan operasi plastik maka dalam kondisi seperti itu tidak lagi dapat dikategorikan sebagai kebutuhan tahsiniyat. Seseorang yang mengalami kecelakaan parah di wajahnya seperti terbakar, tersiram air keras, atau kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan fungsi-fungsi indera di wajahnya terganggu tanpa operasi plastik maka hal itu menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan primer, tergantung pada kondisi nya.
B. Operasi Plastik Sebagai Kebutuhan
1. Operasi Plastik Kategori Kebutuhan Daruriyat
Kategori kebutuhan daruriyat ketika suatu sebab dapat memungkinkan nyawa manusia tidak tertolong atau kondisi yang amat sangat menyulitkan dalam kehidupan sehingga perlu tindakan darurat (emergency) menurut perspektif kedokteran. Pada umumnya kondisi darurat terjadi karena sebab yang tak dikehendaki seperti kecelakaan lalu lintas. Jika tak ada cara efektif yang dapat dilakukan selain operasi plastik maka tindakan itu wajib dilakukan sebagai tindakan darurat. Menyelamatkan jiwa manusia termasuk salah satu tujuan syariat (maqasid asy-syari’ah), bahkan menempati peringkat kedua setelah pemeliharaan agama.
Tindakan darurat - dalam kondisi nyawa terancam – mereduksi hal-hal yang berstatus haram apalagi hanya sekedar kebolehan (al-ibahah). Hal ini didasarkan pada salah satu ayat Al-Qur’an, Surah al-An’am [6]: 199, sebagai berikut:
وَمَا لَكُمْ اَلَّا تَأْكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ اِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ اِلَيْهِ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا لَّيُضِلُّوْنَ بِاَهْوَاۤىِٕهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗاِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِيْنَ
Mengapa kamu tidak mau memakan sesuatu (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah. Padahal, Allah telah menjelaskan secara rinci kepadamu sesuatu yang Ia haramkan kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa. Sesungguhnya banyak yang menyesatkan (orang lain) dengan mengikuti hawa nafsunya tanpa dasar pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. (Al-An‘ām [6]:119)
Ayat ini meskipun berbicara tentang makanan tetapi dapat dianalogikan pada semua hal darurat yang mengancam kehidupan (nyawa) manusia. Tindakan apapun yang efektif untuk menyelamatkan nyawa seorang manusia merupakan tindakan darurat yang wajib hukumnya untuk dilakukan.
2. Operasi Plastik Kategori Kebutuhan Hajiyat
Mungkin pernah kita menyaksikan anak-anak yang terlahir dalam keadaan mulut sumbing atau lubang hidung sangat kecil sehingga sulit bernapas. Menambal mulut yang sumbing atau memperlebar lubang hidung agar dapat bernapas lega melalui hidung merupakan kebutuhan yang berkategori hajiyat. Kenapa? Karena, meskipun tak berhubungan dengan hidup-mati akan tetapi orang sumbing mengalami kesulitan dalam mengonsumsi benda cair. Begitu pula pada kasus orang yang lubang hidungnya rapat terjadi kesulitan dalam menarik nafas melalui hidung. Mengatasi masalah dengan menjauhkan atau mengurangi intensitas kesulitan merupakan tindakan yang mesti dilakukan dalam kehidupan ini. Allah subhanallahu wa ta'ala menghendaki kemudahan dalam kehidupan manusia, dan tidak menginginkan manusia hidup dalam penderitaan. Surah al-Baqarah [2]: 185 menjelaskan tentang keberpihakan Allah pada kemudahan.
ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. (Al-Baqarah [2]:185)
Ada dua kategori yang menjadi pertimbangan hukum dibolehkannya operasi plastik: Pertama, cacat bawaan yang menyulitkan kehidupan dengan membiarkannya seperti apa adanya atau kecacatan yang amat sangat mengganggu penampilan dan merusak komunikasi pada kesempatan pertama. Kedua, cacat yang diakibatkan oleh faktor lain (bukan bawaan), seperti akibat kecelakaan, kebakaran dan lain sebagainya. Dari kedua sebab itu lalu ditentukan kategorinya berdasarkan berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh kecacatan itu sehingga kebutuhan akan operasi plastik dinaikkan atau diturunkan statusnya menjadi daruriyat dan tahsiniyat.
3. Operasi Plastik Kategori Kebutuhan Tahsiniyat
Di kalangan selebritis operasi plastik bukan hal baru. Banyak di antara mereka merelakan dirinya dipermak muka dan anggota tubuh lainnya melalui operasi plastik semata-mata untuk kecantikan (kegantengan) agar tampil memukau di depan khalayak penggemarnya. Sejatinya Allah subhanahu wa ta'ala tidak memandang wajah, bentuk tubuh, atau penampilan fisik, akan tetapi yang dinilai adalah ekspresi hati (qalb) dan perbuatan nyata. Seperti yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim dan Abu Hurairah “sungguh Allah tiada memandang (memperhitungkan) bentuk fisik dan wajahmu, akan tetapi yang diperhitungkan nya adalah kerja hatimu. Lalu nabi menunjuk dadanya dengan jari-jari tangannya.” Dalam riwayat Muslim yang lain dan Ibnu Hibban terdapat tambahan kata tentang amal perbuatan. “sungguh Allah tiada memandang memperhitungkan wajah dan hartamu akan tetapi yang diperhitungkan adalah kerja hati dan amal mu.”
Dengan demikian tidak selayaknya manusia mempermak anggota tubuhnya demi untuk kecantikan semata melalui operasi plastik yang sesungguhnya tak diperlukan, bahkan tak bernilai di sisi Allah subhanahu wa ta'ala karena yang dipandang atau diperhitungkan adalah hasil kerja hati dan apa yang tampak sebagai amal perbuatan.
Sementara itu, M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa tidak semua aktivitas at-tahsiniyyat terlarang. Sepanjang dilakukan dengan tujuan yang baik (kehendak syariat), bukan karena mengikuti ajaran setan seperti memperburuk atau membatalkan fungsi organ, maka hal itu dibolehkan. Lebih tegas lagi Quraish menulis bahwa ia “tidak melihat adanya larangan melalui ayat-ayat dan hadits itu untuk melakukan operasi plastik”
C. Transeksual (Transenden)
Dari segi medis, operasi ganti kelamin (operasi transeksual, operasi transjender) bukan lagi masalah, karena kecanggihan teknologi kedokteran memudahkan tindakan itu. Nah, sekarang bagaimana tinjauan agama? Para ulama pada umumnya mengharamkan tindakan operasi ganti kelamin karena hal itu dianggap telah mengubah ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala. Bukan sekedar mengubah bagian-bagian tubuh untuk tujuan penyempurnaan (kamaliyat atau tahsiniyyat), tetapi mengubah total jenis kelamin yang implikasinya dalam agama sangat luas. Perubahan total ciptaan Allah seperti ini dianggap sebagai bagian dari keinginan setan, sebagaimana dipahami dari ayat berikut,
وَّلَاُضِلَّنَّهُمْ وَلَاُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ اٰذَانَ الْاَنْعَامِ وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِيْنًا
Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, membangkitkan angan-angan kosong mereka, menyuruh mereka (untuk memotong telinga-telinga binatang ternaknya) hingga mereka benar-benar memotongnya,166) dan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah) hingga benar-benar mengubahnya.”167) Siapa yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah sungguh telah menderita kerugian yang nyata. (An-Nisā’ [4]:119)
Fokus dari ayat ini yang terkait erat dengan operasi ganti kelamin adalah ungkapan “fal-yugayyirunna khalqallah.” Pemaknaan terhadap ungkapan ini di dalam kitab-kitab tafsir memang beragam. Masih sulit ditemukan dalam kitab-kitab tafsir adanya pemaknaan yang menjurus pada ganti kelamin sebagai bentuk mengubah ciptaan Allah. Hal ini boleh jadi karena operasi ganti kelamin baru dikenal luas pada beberapa dekade terakhir ini.
Ada sebagian kecil ulama muta’akhirin, membolehkan operasi ganti kelamin terhadap mereka yang dipastikan secara medis dan uji psikologis terperangkap dalam jenis kelamin berlawanan secara ekstern. Seperti kasus-kasus sindrom klinefelter (Klinefelter Syndrome) dengan kromosom yang tidak normal.
0 Komentar