Pict: dosenpendidikan.com |
Pembahasan
Akhlak, Etika dan Moral Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak ialah berbentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakara dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq dengan perilaku makhluk (manusia). (Yunahar Ilyas,2005:11). Dengan pendekatan semantik yang lebih dapat dipahami arti statemen di atas ialah tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan).
Lingkungan merupakan bagian dari integritas kehidupan manusia. Sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dihormati, dihargai, dan tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap dirinya sendiri. Integritas ini menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Perilaku positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas ini pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan kehidupan di sekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang manusia yang anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya untuk memuaskan keinginan manusia. Hal tersebut digambarkan dalam surah Ar Rum ayat 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Dalam perspektif Islam Manusia dan lingkungan memiliki hubungan relasi yang sangat erat karena Allah Swt menciptakan alam ini termasuk di dalamnya manusia dan lingkungan dalam keseimbangan dan keserasian. Keseimbangan dan keserasian ini harus dijaga agar tidak mengalami kerusakan. Kelangsusungan kehidupan di alam ini pun saling terkait yang jika salah satu komponen mengalami gangguan luar biasa maka akan berpengaruh terhadap komponen yang lain. Dalam perspektif etika lingkungan (etics of environment), komponen paling penting hubungan antara manusia dan lingkungan adalah pengawan manusia. Tujuan agama adalah melindungi, menjaga serta merawat agama, kehidupan, akal budi dan akal pikir, anak cucu serta sifat juga merawat persamaan serta kebebasan. Melindungi, menjaga dan merawat lingkungan adalah tujuan utama dari hubungan dimaksud. Jika situasi lingkungan semakin terus memburuk maka pada akhirnya kehidupan tidak akan ada lagi tentu saja agama pun tidak akan ada lagi.( Alef Theria Wasim,2005:78)
Manusia sebagai faktor dominan dalam perubahan lingkungan baik dan buruknya dan segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungan dan alam. Di dalam Alquran dijelaskan bahwa kerusakan lingkungan baik di darat maupun di laut pelakunya adalah manusia karena eksploitasi yang dilakuakan manusia tidak sebatas memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan tidak mempertimbangkan kelangsungan lingkungan dan keseimbangan alam tetapi lebih didasarkan pada faktor ekonomi, kekuasaan dan pemenuhan nafsu yang tidak bertepi. Karena faktor dominan manusia terhadap alam terutama kerusakan lingkungan yang ada maka Allah mengingatkan dalam surat Al - A`raf ayat 56 :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Kemudian pada surah al Baqarah ayat 22: الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
Surah Al Baqarah ayat 30 memberikan kewajiban manusia untuk menjaga lingkungan juga sangat terkait dengan posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi dalam bahasa arab diartikan sebagai wakil Allah di muka bumi. Maka manusia memiliki tanggung jawab untuk mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebaga sebuah amanah yang diberikan Allah SWT. Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan khalifah di muka bumi. Secara etimologis, khalifah merupakan bentuk kata dari khulifun yang berarti pihak yang tepat menggantikan posisi pihak yang memberi kepercayaan. Adapun secara terminologis, kata khalifah mempunyai makna fungsional yang berarti mandataris, yakni pihak yang diberi tanggungjawab oleh pemberi mandat (Allah). Dengan demikian, manusia merupakan mandataris-Nya di muka bumi.(Fikria Najitama,2001:205).
Menurut Quraisy Shihab kekhalifahan ini mempunyai tiga unsur yang saling berkait, kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar, namun sangat menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan Alquran. Ketiga unsur pertama :
1. Manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifah
2. Alam raya, yang ditunjuk oleh Allah sebagai bumi
3. Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia (istikhlaf atau tugas-tugas kekhalifahan). Pemahaman ini juga selaras dengan penafsiran tahaba taba’I mengenai terma khalifah pada ayat tersebut tidaklah berkonotasi politis individual, namun kosmologis komunal.
Dengan demikian, Adam dalam hal ini bukanlah sebagai sosok personal, namun dimaknai sebagai simbol seluruh komunitas manusia.(Mujiono,2001:205). Manusia diciptakan sebagai makhluk yang berkait juga bermakna bahwa manusia selama-lamanya dimaksudkan untuk menciptakan semua di sekitar dia selalu dalam keadaan berkait. Jadi dengan begitu akan ada semangat atau gerakan berkomunikasi, berpasukan dan berfikir kritis. Islam mengatur supaya manusia beriman, beramal shaleh, saling memberi nasehat baik tentang kebenaran maupun tentang kesabaran. Dengan begitu maka manusia akan mewarisi surga firdaus ± dunia yang apik, rapi dan indah serta sejahtera ± untuk selanjutnya akhirat yang abadi-abadi. Semua ajaran islam mengatur etika dengan tuhannya, dengan lingkungannya tidak saja manusia tetapi alam secara menyeluruh. Sebagai contoh atau teladan telah secara lengkap ada pada hadis-hadis soheh misalnya Buchari dan Muslim.
Menurut Muhammad Idris ada tiga tahapan dalam beragama secara tuntas dapat menjadi sebuah landasan etika lingkungan dalam perspektif Islam. Pertama ta`abbud. Bahwa menjaga lingkungan adalah meupkan impelementasi kepatuhan kepada Allah. Karena menjaga lingkungan adalah bagian dari amanah manusia sebagai khalifah. Bahkan dalam ilmu fiqih menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan berstaus hukum wajib karena perintahnya jelasa baik dalam Al Qur`an maupun sabda Rasulullah Saw. Menurut Ali Yafie masalah lingkungan dalam ilmu fiqih masuk dalam bab jinayat (pidana) sehingga jika ada orang yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan dapat dikenakan sangsi atau hukuman. Kedua, ta`aqquli.
Perintah menjaga lingkungan secara logika dan akal pikiran memiliki tujuan yang sangat dapat difahami. Lingkungan adalah tempat tinggal dan tempat hidup makhluk hidup. Lingkungan alam telah didesain sedemikian rupa oleh Allah dengan keseimbangan dan keserasiaanya serta saling keterkaitan satu sama lain. Apabila ada ketidak seimbangan atau kerusakan yang dilakukan manusia. Maka akan menimbulkan bencana yang bukan hanya akan menimpa manusia itu sendiri tetapi semua makhluk yang tinggal dan hidup di tempat tersebut akan binasa. Ketiga, takhalluq. Menjaga lingkungan harus menjadi akhlak, tabi`at dan kebiasaan setiap orang.( Hamzah Ya’qub,1996:14) Karena menjaga lingkungan ini menjdi sangat mudah dan sangat indah manakala bersumber dari kebiasaan atau keseharian setiap manusia sehingga keseimbangan dan dan kelestarian alam akan terjadi dengan dengan sendirinya tanpa harus ada ancaman hukuman dan sebab-sebab lain dengan imingimning tertentu.
Kesimpulan
Ajaran Islam yang termaktub dalam Alquran dan Hadits sesungguhnya memiliki concern yang cukup mendalam dan luas tentang korelasi antara manusia dan alam/lingkungan. Korelasi itu dibentuk dalam sebuah etika religius, yang mengikat manusia untuk terus menjaga kelestarian lingkungannya, sebagai upaya untuk menjaga sumber daya alam untuk menopang hidup manusia. Kesalehan terhadap alam dalam bentuk etika tersebut, dalam Islam dianggap sebagai manifestasi rasa keberimanan manusia kepada Allah SWT. Muaranya adalah bahwa manusia dikatakan sebagai orang yang beriman manakala lingkungannya terjaga dengan baik.
0 Komentar