dekorruma.com |
Asal-Usul Sejarah Seni Kaligrafi di Dunia islam
Kaligrafi adalah salah satu karya kesenian Islam yang paling penting. Kaligrafi Islam yang muncul di dunia Arab merupakan perkembangan seni menulis indah dalam huruf Arab yang disebut khat. Definisi tersebut sebenarnya persis sama dengan pengertian etimologis kata kaligrafi dari kata Yunani kaligraphia (menulis indah). (Ambary, 1998: 181-184)
Dibandingkan dengan seni Islam yang lain, kaligrafi memperoleh kedudukan paling tinggi, dan merupakan ekspresi spirit Islam yang sangat khas. Oleh karena itu kaligrafi sering disebut sebagai "seninya seni Islam". Kualifikasi ini memang pantas karena kaligrafi mencerminkan kedalaman makna seni, yang esensinya berasal dari nilai dan konsep keimanan. Yaqut al-Musta’tsimi, kaligrafer kenamaan pada masa Turki Usmani menyatakan bahwa keindahan kaligrafi bernuansa lebih dalam, yaitu keindahan rasa yang dimilikinya. Untuk itu, Yaqut memberi batasan sebagai berikut,
الخط هندسة روحانية وان ظهرت بآلة جسمانية
Kaligrafi adalah arsitektur rohani, walaupun terekspresikan melalui perabot kebendaan. (Makin,1995:2)
Keistimewaan kaligrafi dalam seni Islam terlihat terutama karena merupakan suatu bentuk “pengejawantahan” firman Allah yang suci. Disamping itu, kaligrafi merupakan satu-satunya seni Islam yang dihasilkan murni oleh orang Islam sendiri, tidak seperti jenis seni Islam lain (seperti arsitektur, seni lukis, dan ragam hias) yang banyak mendapat pengaruh dari seni dan seniman non-muslim. Tidak mengherankan jika sepanjang sejarah, penghargaan kaum muslim terhadap kaligrafi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis seni yang lain.(Sirojuddin,2002:290-292)
Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan menulis. Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Syair, nama silsilah, transaksi, atau perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat. Hanya beberapa kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab, yang menguasai keterampilan membaca dan menulis. Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah Saw. dan Khulafa’ ar-Rasyidin (Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, ‘Umar bin Khattab, ‘Usman bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Talib; 632-661), corak kaligrafi masih kuno dan mengambil nama yang dinisbahkan kepada tempat tulisan dipakai, seperti Makki (tulisan Mekkah), Madani (tulisan Madinah), Hijazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan Kufi (Kufah). Kufi merupakan yang paling dominan dan satu-satunya kaligrafi yang "dirajakan" untuk menulis mushaf (kodifikasi) al-Qur’an sampai akhir kekuasaan Khulafa’ al-Rasyidūn.
Islam menghendaki orang Islam belajar menulis pada masa ini, sebagian sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa ada tujuh belas laki-laki dan tujuh wanita yang bisa menulis di Mekkah saat itu, dan sebagian sumber lain menyebutkan terdapat empat puluh dua orang penulis. Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepada para tawanan perang Badar untuk mengajari kaum muslimin menulis. Sehingga muncullah para sahabat yang ahli dalam menulis atau melakukan pencatatan ayat-ayat al-Qur’an, seperti Zaid bin Tsabit, ‘Ali bin Abi Thalib, dll. Pada masa-masa awal Islam mulai berkembang jenis khat al-Hairi, al-Anbari, dan al-kufi. Selanjutnya jenis khat ini pun berkembang pada masa Umayyah.(Jaudi,1998:33-34)
Memasuki zaman kekhalifahan Bani Umayyah (661-750), mulai timbul ketidakpuasan terhadap khaṭ kufī yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan. Lalu mulailah pencarian bentuk lain yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut (soft writing) non-kufi, sehingga lahirlah banyak gaya. Jenis khat yang terpopuler diantaranya adalah tumar, jalil, nisf, suluts, dan sulutsain. Khalifah pertama Bani Umayyah Mu’awiyah bin Abu Sufyan (661-680), adalah pelopor pendorong upaya pencarian bentuk baru kaligrafi tersebut.(Nina,2005:47)
Gerakan perkembangan seni khat telah mencapai masa keemasan pada masa ini disebabkan motivasi para khalifah dan pedana menteri Abbasiyah, sehingga bermunculan kelompok para kaligrafer yang ulet dan jenius. Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibn Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibn Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurut Ibn Muqlah, setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-khat al-mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-aqlam al-sittah) yaitu suluts, naskhi, muhaqqaq, raihani, riqah, dan tauqi’ yang merupakan tulisan kursif. Tulisan naskhi dan suluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibn Muqlaḧ yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat kufi.
Peran Seni Kaligrafi Dalam Dunia Islam
Peran seni Kaligrafi diantaranya yaitu sebagai berikut:
Kaligrafi merupakan sebuah warisan leluhur budaya dari zaman dahulu yang masih dapat dinikmati sampai sekarang ini, meskipun terdapat perubahan pada penulisannya.
Kaligrafi dijadikan sebagai media dari segala bidang ilmu mulai dari ilmu sosial, ekonomi, sejarah sampai dengan penelitian ilmiah yang semakin berkembang.
Kalgrafi merupakan kepanjangan dari pikiran manusia, dan pena termasuk salah satu sarananya, dengan demikian, pena adalah penyambung lidah pemahaman.
Kaligrafi pada masa sekarang ini merupakan sarana penyampaian peristiwa-peristiwa penting dan bersejarah bangsa-bangsa.
Kaligrafi merupakan sarana informasi yang memiliki keindahan dan bernilai budaya.
Seiring dengan berkembangnya zaman, aneka gaya kaligrafi juga mengalami perkembangan dengan munculnya berbagai pola dan bentuk serta media. Hal ini ditandai dengan munculnya trend-trend dalam kaligrafi kontemporer di dunia muslim, seperti tradisional, figural, ekspresionis, simbolis, dan abstraksionis murni.(Al-Faruqi,1998:402)
Adapun konstribusi kaligrafi terhadap peradaban Islam dapat kita lihat dari
beberapa aspek, yaitu:
Aspek religius, yaitu dakwah Islam melalui seni kaligrafi.
Kaligrafi al-Qur’an menyuarakan wahyu Islam dan sekaligus menggambarkan tanggapan orang-orang Islam terhadap pesan Ilahi. Titik-titik yang ditulis oleh menciptakan pola dasar surgawi tentang kaligrafi al-Qur‟an dan juga garis-garis serta kandungan-kandungan hukum alam yang tidak hanya membentuk ruang angkasa namun juga ruang arsitektur Islam. Melalui penulisan dan pembacaan huruf-huruf, kata-kata, dan ayat-ayat ini, manusia merasakan bahwa kalimat-kalimat al-Qur’an dalam bentuk kaligrafi bukan sekedar kalimat-kalimat yang memancarkan gagasan, namun juga memancarkan kekuatan dalam diri pembacanya.
Aspek etika, yaitu kesadaran ritual keberagamaan.
Melalui seni kaligrafi manusia dapat mengetahui hakekat yang maha kuasa. Nilai-nilai al-Qur’an yang diaplikasikan oleh para kaligrafer dapat membawa para pembacanya memahami dan memaknai kehidupan sesuai dengan ayat-ayat yang tertulis dalam kaligrafi.(Hossein,1993:28)
0 Komentar